{Kisah
Cinta Yang Romantis, Sopan, dan Cerdas}
Biasanya
saya akan kecewa apabila saya membaca cerita roman atau cinta (yang dahulu dari
beberapa novel terjemahan) atau tersenyum-senyum malu dan terkadang risih dari
novel-novel teenlit yang sering dijual di toko-toko buku. Hingga akhir tahun
kelas tiga SMA, saya tidak menyukai cerita cinta, kecuali apabila ada unsur
fantasinya seperti kisah cinta dalam cerita romeo dan Juliet.
Namun kali ini saya dihadapkan kepada kisah
cinta yang dikarang oleh soerang ulama besar di Indonesia, seorang sastrawan
yang sudah diakui akan kepiawaiannya dalam menuturkan kata-kata. Buku
“Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk” ini adalah yang kedua kalinya saya baca
beberapa hari yang lalu. Pertama kali saya baca buku ini adalah saat saya duduk
di bangku sekolah menengah pertama, yang mana saya kira cerita ini akan
menyajikan kisah penyelamatan korban dari kecelakaan kapal pesiar. Tapi saya
kecewa karena ternyata ceritanya adalah sebuah kisah cinta yang penuh dengan
kesedihan sehingga saya menghentikan membacanya di tengah-tengah buku. Barulah
setelah menjadi mahasiswa, saya berusaha menamatkan membaca buku ini.
Tidak
perlu lagi saya menceritakan tentang si pengarang, Buya Hamka, karena dia adalah
seorang tokoh besar yang seharusnya pembaca tahu. Akan tetapi apabila tulisan
saya ini kurang memuaskan, anda bisa melihat biografi dari Buya Hamka di google
atau wikipedia.
Kisah
cinta dalam buku ini bermula ketika Zainudin, yang lahir di kota Mengkasar,
pergi ke kampung bapaknya, yaitu kota Padang, Sumatera Barat. Zainudin dianggap
sebagai anak terbuang. Karena apabila dia berada di Mengkasar, dia tidak diakui
karena bapaknya adalah seorang Minang. Begitu juga apaila dia berada di
Sumatera Barat, dia tidak diakui karena ibunya adalah seorang asing dari
Mengkasar. Di kampung halaman bapaknya itu, Zainudin bertemu dengan pujaan
hati, Hayati. Akan tetapi cinta mereka tidak sampai ke pelaminan disebabkan
oleh hambatan budaya. Zainudin tidak mendapat izin dari ninik-mamak untuk
meminang Hayati, yang mana Hayati dinikahkan dengan Aziz. Zainudin yang patah
hati kemudian diserang penyakit sangat lama. Setelah sembuh, ditemani oleh
seorang sahabat, Muluk, mereka kemudian berangkat ke Jawa untuk mengadu nasib.
Zainudin kemudian menjadi seorang penulis terkenal dengan letter “Z”. Dia
menjadi orang sukses di Jawa dan membentuk “kelompok anak sumatera”. Kemudian,
di Jawa itu, dia betemu lagi dengan hayati dan Aziz. Akan tetapi Zainudin telah
menjadi orang yang baik budi sehingga dendam dan sakit hati nya telah hilang
sama sekali.
Singkat
cerita, Aziz, suami Hayati, mati bunuh diri (penasaran? Anda bisa baca
ceritanya dalam buku ini). Kemudian menyerahkan dan mengamanahkan Hayati kepada
Zainudin. Namun Zainudin tidak berpikiran demikian, dia malah mengirim pulang
Hayati ke kampung halaman di Sumatera Barat dengan kapal Van Der Wicjk. Kuasa
Allah, kapal mengalami kecelakaan. Zainudin yang sesungguhnya masih memiliki
cinta kepada Hayati, merasa bersalah. Kemudian dia menysul Hayati ke tempat
posko penyelamatan, dan ditemuinya Hayati dalam keadaan yang sangat sekarat.
Namun mereka masih sempat bertatap muka dan saling meminta maaf akan kesetiaan
cinta. Cinta Zainudin dan Hayati dipersatukan kembali, namun tidak diridhoi oleh
takdir. Hayati meninggal dengan menyebut dua kalimat syahadat. Sepeninggal
Hayati, Zainudin membuat karya terakhirnya, dan setelah itu dia terkena
penyakit yang menyebabkan dia meninggal pula, yang mana dia dikuburkan di
sebelah kuburan Hayati.
Kuatnya
rasa cinta antara Zainudin dan Hayati dapt kita lihat dari surat-surat yang
ditulis Zainudin untuk kekasihnya, dan surat balasan dari Hayati untuk lelaki
pujaannya. Dan dalam cerita ini juga, Buya Hamka memberikan pemikirannya
tentang filsafat cinta itu sendiri. Perbedaan paham antara wanita dan lelaki.
Cinta yang dikisahkan oleh Buya Hamka dalam cerita ini adalah cinta sejati yang
didasarkan pada ketakwaan kepada Allah. Zainudin mencintai Hayati karena Allah,
begitu juga dengan Hayati. Penyampaian rasa dan sayang-menyayangti tidak secara
vulgar atau secara romantis seperti novel-novel teenlit atau roman picisan
lainnya, tetapi dengan sangat sopan dan penuh makna. Ini lah kisah cinta yang
cerdas, yang menyajikan tragedi, tetapi tidak mengundang air mata, melainkan
memicu pemahaman kita akan makna cinta itu sendiri.
Satu
hal lagi yang perlu diperhatikan dalam cerita ini adalah konflik budaya. Buya
Hamka dengan cerdas mengemasnya dalam kisah cinta. Dia memadukan budaya
Mengkasar dengan budaya dan adat-istiadat Minangkabau.
Kutipan
di sampul belakang buku ini:
“TENGGELAMNYA
KAPAL VAN DER WICJK melukiskan suatu kisah cinta murni di antara sepasang
remaka, yang dilandasi keikhlasan dan kesucian jiwa, yang patut dijadikan
tamsil ibarat. Jalan ceritanya dilatarbelakangi dengan peraturan-peraturan adat
pusaka yang kokoh kuat, dalam suatu negeri yang bersuku dan berlembaga, berkaum
kerabat, dan berninik-mamak.”
Dan
disini saya katakan bahwa apa yang tertulis pada kutipan di atas adalah benar.
Buku
ini saya sarankan kepada remaja-remaja yang sedang memadu kasih. Juga saya
sarankan kepada semua penikmat cerita cinta dan cerita sastra. Cerita dalam
buku ini hanya satu kata: BAGUS!
Dan
pada tanggal 19 Desember 2013 nanti sekitar 2 har lagi dari sekarang filmnya
akan di tayangkan di bioskop kesayangan dan dikota kita masing-masing . banyak
cerita dibalik misteri Zainudin ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar